Jumat, 06 Februari 2009

Organisasi Profesi Untuk Ibu Rumah Tangga

Wartawan punya PWI, pengusaha muda punya HIPMI, dokter punya IDI, ibu rumah tangga punya apa?

Barangkali, dengan sedikit senyum jenaka atau malah tertawa ngakak ada yang menjawab kalau ibu rumah tangga punya PKK. Tapi benarkah PKK sudah berfungsi layaknya organisasi? Benarkah PKK punya andil untuk lebih meningkatkan kinerja para ibu rumah tangga, punya andil dalam meningkatkan ketrampilan atau tingkat intelektual para ibu dalam menghadapi masalah keseharian?

Ada banyak alasan bagi seorang perempuan memilih rumah sebagai pusat aktivitas. Ada yang tidak tahu alias karena nature saja, ada yang memang beralasan. Ada yang sukarela ada pula yang mengandung unsur paksa. Misal karena permintaan suami. Selama anak belum masuk sekolah belum boleh kerja, misalnya. Seorang teman yang sebelumnya bekerja memutuskan full di rumah dengan alasan, ’semua hasil didikan saya hilang di tangan pengasuh’. Seorang saudara saya memilih berhenti bekerja justru karena punya jiwa workerholic. Kalau aku kerja, bisa jadi anakku tidak terurus sama sekali, demikian akunya. Dia tipe gila kerja, dengan lama kerja 12 jam per hari, bekerja di perusahaan asing dengan posisi cukup lumayan. Deadline Sabtu selesai Jum’at, begitu katanya.

Para ibu yang pernah aktif di luar dan kemudian di rumah, atau bahkan juga yang punya potensi untuk berkiprah di ruang publik namun ’terpaksa’ harus menghabiskan mayoritas waktunya di rumah, umumnya mengalami beberapa persoalan khas. Ini memang bukan hasil polling atau penelitian yang sangat serius. Sekadar hasil ngobrol dengan beberapa teman ’senasib’. Problem itu antara lain menyangkut kesulitan mencari teman bicara yang ’nyambung’, juga tingkat intelektual yang serasa mandeg sehingga menjalani hidup terasa membosankan. Jenuh, boring, bete. Serasa menjadi makhluk tak berguna.

Alangkah sayang jika hal demikian dibiarkan berlarut-larut. Karena bukankah tujuan full di rumah itu untuk mengoptimalkan tumbuh kembang anak? Mana mungkin anak bisa tumbuh baik (secara fisik, intelektual dan jiwa) kalau ibunya jenuh, bete, boring, sumpek dan—apalagi—stress melulu.

Untuk itulah saya punya ide mengenai organisasi profesi untuk para full time mother (FTM). Yang terbayang di benak saya adalah bagaimana membuat para ibu yang memilih menjadi FTM ini percaya diri dan bahagia, kemudian tetap bisa mengasah potensi intelektualnya. Kegiatannya mendiskusikan masalah, terutama yang berkaitan dengan perempuan dan anak, di wilayah masing-masing untuk kemudian bisa saling menyarankan alternatif solusi. Kemudian, memikirkan bagaimana ilmu dan pengalaman yang pernah diperoleh di luar ditransfer ke masyarakat. Membumikan yang biasa dijadikan tema ‘omong besar’ dalam realitas keseharian. Jangka panjang, bisa membantu peningkatan kualitas para ibu yang menjalani perannya masih sebatas ‘nature’ dalam artian belum menyadari kalau mengurus rumah tangga dan anak itu ada ilmunya.

Saya belum tahu mulai dari mana. Kalau memakai milis atau fasilitas internet lain, tidak semua FTM ini punya kemudahan akses (terutama yang tinggal di pedesaan seperti saya). Sementara ini saya menulis surat kepada sahabat-sahabat perempuan saya untuk berbagi. Adakah yang tertarik atau punya ide lebih realistis?