Kamis, 30 April 2009

KENA MOLA

Aku pernah hamil anggur alias mola. Waktu itu hamil kedua. Anak pertama umurnya berapa lupa, tapi yang jelas belum bisa jalan. Kehamilanku beberapa kali pendarahan. Tapi karena darahnya sedikit, kubawa ke bidan saja. Kuabaikan saran bidan untuk USG langsung. Jujur, aku khawatir dengan vonis ’janin lemah, gugurkan saja’. Sama bidan diberi pil penguat. Sampai suatu hari, keluar darah merah segar cukup banyak. Aku takut dan panik. Akhirnya, aku menurut pada saran bidan untuk USG. Melihat gambar di layar, Dokter bilang kalau ada dua kemungkinan atas kehamilanku. Janinku hancur atau atau hamil anggur. Dokter bilang, semoga saja bukan hamil anggur. Aku belum ngeh apa itu hamil anggur. Yang jelas, aku tidak jadi mau punya anak lagi, dan aku menangis di punggung suamiku dalam perjalanan pulang.
Usai kuretase, suami bilang kalau aku hamil angggur, kemudian membawakan berbagai tulisan tentang hal tersebut yang diambil dari internet. Cukup khawatir dan takut juga. Dokter memberi motivasi dan cerita yang positif. Yang pernah mengalami mola biasanya bla bala bla (menakutkan) tapi ada juga kok yang bla bla bla (memberi harapan, menggembirakan). Hasilnya, aku jadi tidak terlalu khawatir lagi, lebih optimis.

Aku harus test pack sebanyak 6 kali. Dan hasilnya harus negatif terus. Kalau sampai positif, berarti harus kuret lagi. Waduuuh, penderitaan saat kuret masih terbayang, masih ada ’ancaman’ untuk kuret lagi, Waaah, tiap kali mau test pack, jadi seperti anak ABG yang pacaran kebablasan/ main free sex. Takut kalau hasilnya positif! Alhamdulillah, hasilnya negatif terus. Seorang bidan (bukan bidan yang biasa memeriksaku, waktu itu aku lagi nengok orangtua) pernah bilang kalau kuret mola itu minimal dua kali. Aku langsung konfirmasi sama dokter. Katanya, itu tidak benar karena tergantung pada jenis molanya.

Alhamdulillah rupanya rahimku sudah bersih meski kuret cuma sekali. Kata dokter, minimal dua kali itu kalau molanya terlanjur besar. Kuret pertama untuk meruntuhkan mola, dan kuret kedua untuk membersihkan total.
Aku dinasehati untuk hamil lagi paling cepat setahun atau dua tahun lagi. Kenyataannya, 6 bulan kemudian aku hamil. Cukup was-was juga. Cepat-cepat USG. Pertama USG, janin belum terlihat saking kecilnya (belum ada sebulan). USG kedua, alhamdulillah, ternyata ada janinnya. Kokoh. Menjalani kehamilan dengan was-was, sambil terus berdoa. Alhamdulillah, lahir selamat, sehat sampai sekarang. Mumtaza (istimewa) Zahwa (membanggakan) Naila (karunia) Irkham (nama ayahnya). Maha besar Allah!

GALAK ATAU BAIK?

Episode 1
”Mbak Lia, Mama baik atau galak?”
“Galak.”
“Mama galak atau baik?”
“Galak.”
Hiks, jawabannya kok sama.
“Kalau begitu, doakan Mama dong.”
“Doanya gimana?”
“Ya Allah, jadikan Mamaku Mama yang shalihah, yang sabar, yang ikhlas. Ampuni dosa-dosa Mama, Ya Allah. Gitu.”
Aulia masih asyik dengan dotnya, berbaring di kasur merah, di depan pesawat TV yang mati, sambil memandang langit-langit rumah.
Lalu, kutinggalkan Lia ke belakang. Ketika aku kembali di sampingnya, Lia berkata sambil tersenyum,
“Mama baik.”
Hanya satu kalimat, lalu melanjutkan ngedot lagi.
Bahagianya :-)
Aku mama yang baik? Amiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnn


Episode 2
Malam, di kasur merah, lagi-lagi di depan pesawat tivi yang tidak menyala. Kutanya Lia yang sedang berbaring.
”Mama galak atau baik?”
”Baik.”
Wah, langsung dijawab baik. Hati berbunga-bunga, GR gitu loh. Apalagi saat itu ada keponakanku.
“Baik, sithik (sedikit),” tambah Lia tanpa dosa.
Wadooowwww!!!!!

Rabu, 22 April 2009

Perempuan, Mandiri Yuk!

:Jazimah Al Muhyi

“Suami tidak memberiku kesempatan untuk berkembang.”
”Gimana mau maju? Aku disibukkan oleh urusan rumah dan suamiku tidak mau bantu.”
Apakah suami Anda seperti Mahatma Gandhi? Dia hebat, ternama, sementara istrinya tidak bisa menjadi patner sejajar? Apakah Anda lantas merasa senasib dengan Kasturbai (istri Gandhi) yang hanya bisa bengong dengan ide-ide besar suaminya?

Lelahkah Anda mengejar cita-cita yang sepertinya menempel di langit ke tujuh, jauh sekali sepertinya tidak akan mungkin tercapai biar pun langit runtuh?

Jika memilih gagal, seribu alasan bisa diberikan sebagai alat pembela diri. Begitu pula jika memutuskan untuk berhasil. Kerepotan mengatur rumah tangga, mengurus anak, melayani suami, adalah deret alasan yang bisa/ biasa digunakan untuk memaklumi kemunduran pemikiran/ kekuatan intelektual seorang ibu.

Suami harus mendukung bagaimana? Sedang dia sudah banyak sekali tanggung jawabnya. Nafkah untuk anak istri, kehidupan orangtua dan saudara perempuan yang belum menikah, juga keluarga mertuanya, belum lagi urusan umat. Bayangkan, dengan bebannya yang sudah sedemikian berat, dia masih harus memikirkan upaya kita mencapai cita-cita? Wuaduuh, kasihan dong.

Ayo, kita pasti bisa! Harus masak untuk anak, suami, masing-masing berselera beda, harus bereskan rumah, harus arisan, harus nyuci, harus nyetrika, dll, dsb, etc, waduh, kapan sempat mikir, padahal mau baca mau nulis.

Ada kemauan, pasti ada jalan. Yakin, dan terus melangkah. Buat kemajuan tiap hari, meski satu mili. Kan kita mau jadi mitra sejajar suami.

Perempuan itu Kuat

:Jazimah Al Muhyi

Perempuan diciptakan sama kuat dengan laki-laki. Kuat dalam hal apa? Kuat dalam menghadapi masalah kehidupan. Mungkin kekuatan fisik beda. Namun, bukankah untuk mengatasi aneka problem hidup tidak hanya dengan mengandalkan fisik?

Mari melihat walet. Dia diberi Allah sepasang kaki yang lemah. Tetapi, ternyata dia juga diberi karunia kuat terbang lama dan bisa tidur sambil terbang. Kekuatan terbang walet tidak main-main. Tahan sampai dua tahun!

Sigung yang bertubuh lemah harus menghadapi landak yang berduri tajam. Dan Allah membekali hidupnya dengan kentut yang sangat bau hingga si landak bakal kelenger. Cicak yang ‘hanya’ bisa merayap, mangsanya malah nyamuk yang terbang. Tapi kok tetap bisa makan? Ternyata, dia punya kesabaran dan ketekunan dalam melihat peluang.

Nah, perempuan tidak punya alasan sedikit pun untuk merasa lemah. Di balik kelemahan ada kekuatan. Di balik keterbatasan, selalu ada pertolongan-Nya. Mari kenali diri, ’senjata’ apa yang Allah lekatkan pada kita bersamaan dengan ’kelemahan’ yang ada.
Jadi, mari jadi perempuan kuat, perempuan mandiri!