Jumat, 23 Januari 2009

Wahai Ibu, Bahagiakan Dirimu

Kenapa harus ibu? Yap, karena kebahagiaan seorang ibu menjadi penentu kebahagiaan seisi rumah. Anak, suami, bahkan mertua dan tetangga. Jika seorang ibu bahagia, maka kebahagiaan itu akan terpancar, menginspirasi sekelilingnya. Anak-anak tumbuh dengan emosi—dan pada akhirnya—kecerdasan dan potensi yang optimal. Jika istri dan anaknya bahagia, tentu suami akan bahagia.

Sebaliknya, jika ibu sedih, jika di wajahnya senantiasa dirundung nestapa putus asa, maka kehidupan akan muram. Setidaknya, begitulah yang saya alami dan amati. Memang, Kuntowijoyo pernah menulis bahwa pengalaman itu parsial dan tanpa analisis. Tapi karena saya meyakini bahwa pendapat ’ibu adalah penentu kebahagiaan’ justru dapat menguatkan perempuan dalam berbagai hal, maka saya akan gunakan pengalaman dan pengamatan sebagai dasar menulis.


Dulu, saya mudah sekali menyalahkan ibu yang bertindak tidak sabar kepada anaknya. Sering juga membatin, ’Kok bisa sih kejam begitu pada anak’, ’Sudah jadi ibu kok tidak bisa mengendalikan emosi’. ’Gimana sih ibu itu, memangnya anaknya mau dijadikan preman, kok kasar banget’ dan seterusnya. Sekarang juga tetap tidak membenarkan, tetapi setidaknya saya bisa memahami.

Bahwa seorang ibu yang tidak bahagaia/stress, sangat mudah melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak dia inginkan. Contoh gampang, marah (baca:ngamuk) pada anak. Membentak, melotot, memaki bahkan juga berupa kekerasan fisik dengan tangan atau kaki (tidak perlu saya detailkan ya, soalnya bikin sedih dan ngeri). Hampir semua ibu menyatakan menyesal dengan perilaku marah yang berlebihan pada anak. Namun, hampir semua juga menyatakan selalu mengulangi. Kapok sambel, kata orang Jawa.


Bu, apa yang membuatmu tertekan? Apa yang membuatmu tidak bahagia? Apa yang membuat wajahmu muram? Apa yang membuat hatimu gulana.

Mari Bu, kita pelajari jiwa kita sendiri, karena jiwa itulah yang menentukan semua. Segumpal darah yang menentukan. Hati. Jiwa. Dari perbaikan jiwa kita adakan perubahan yang sangat besar untuk dunia. Bismillah, kita melangkah bersama ....

Mulai dari mana, Bu? Saya ingin mengajak berbincang tentang isu KDRT terkait dengan pemberdayaan perempuan dan pandangan Islam.

Tidak ada komentar: