Rabu, 11 Maret 2009

Tampil Bareng Penyebar Virus Ayat Ayat Cinta


By. Jazimah Al-Muhyi
Jumat 6 Maret 2009 yang lalu, saya berkesempatan menjadi pembicara di sekolah alam Ar Ridho Semarang bersama Habiburrahman el Shirazy (Kang Abik). Ini bukan pertama kali saya menjadi pembicara bareng beliau. Tapi, menjadi pertama kali sejak nama beliau melambung berkat Ayat-ayat Cinta. Ngobrol seputar bagaimana mendidik anak suka baca dan nulis. Kang Abik diposisikan sebagai penulis, dan saya diposisikan sebagai pendidik.

Wah, peserta luar biasa banyak. Magnet Kang Abik tentunya. Jumlah peserta jauh melebihi target, kata panitia. Makanya, ada yang rela duduk berhimpitan di luar arena, di bawah pohon, dekat banget sound system sampai pusing sendiri, dll.

Jumlahnya banyak, dan sangat antusias. Begitu sesi tanya jawab digelar, yang mengacungkan tangan untuk bertanya tak semua bisa terlayani. Kang Abik ketiban banyak pertanyaan, saya juga. Bagaimana mengatasi anak yang kecanduan TV, bagaimana cara menanyai anak tanpa anak merasa diinterogasi, bagaimana mengatasi jenuh dan kosong ide dalam menulis, dll.

Ada dua pertanyaan untuk saya, yang bagi saya amat menarik. Satu, pertanyaan seorang ibu guru. Pertanyaan itu berkaitan dengan pernyataan-pernyataan saya bahwa yang paling bertanggung jawab atas pendidikan anak adalah orangtuanya. Dia bertanya, bagaimana dengan para ibu yang mengajar di full day school? Bukankah mereka malah tidak bisa mendidik anak-anaknya? Atau, apakah para ibu itu berhenti menjadi guru saja? Saya memberi saran agar si ibu yang jadi pengajar ini sekalian membawa anaknya untuk bersekolah di tempat dia mengajar. Kan ironi, kalau seorang perempuan mendidik anak orang lain, sementara di saat yang sama anaknya sendiri malah dipegang oleh orang yang tidak berpendidikan. Padahal usia emas (5 tahun pertama) tidak akan pernah tergantikan keistimewaannya. Kalau pada golden age itu tidak dimaksimalkan fungsi otak, fisik dan jiwanya, ke depan akan lebih sulit lagi pembentukannya. Rugi besar tho?

Pertanyaan menarik kedua adalah mengenai Full Time School ’Bahagia’. Bagaimana kurikulumnya? Bagaimana sistemnya?

Begini ceritanya. Ketika panitia meminta ‘status saya’ untuk keperluan publikasi—maka saya minta ditulis sebagai fasilitator full time school ‘bahagia’. Anda ingin tahu juga? Silakan ikuti tulisan berikutnya:),

Tidak ada komentar: