Kamis, 11 Maret 2010

IBU RUMAH TANGGA HARUS BERDAYA

”Jadi artis itu enak ya. Kalau tidak suka sama suaminya, gampang aja langsung gugat cerai. Lha wong bisa cari uang sendiri,” ucap seorang ibu, usai menonton sebuah infotainmen. Ucapan yang saya dengar langsung itu kontan membuat saya kaget juga.
Teringatlah saya tentang sebuah percakapan dengan seorang teman semasa lajang. Teman tersebut bilang kalau perempuan itu meski sudah punya suami harus tetap kerja, harus bisa cari duit sendiri. Salah satu alasan, buat siap-siap kalau tiba-tiba suami mati atau kita harus bercerai.

Apa hubungannya paparan paragraf di atas dengan judul tulisan?
Tingkat keberdayaan seorang perempuan di dalam rumah tangga, disebut juga bargaining position, kerapkali dikaitkan dengan faktor ekonomi (menghasilkan tidaknya uang). Ucapan seorang ibu tentang artis yang minta cerai, ucapan teman saya tentang siap-siap kalau dicerai, menunjukkan sedikit bukti dari yang saya ungkapkan.
Rasanya, tidak adil dan tidak pas jika yang disebut bargaining position, kesetaraan pria-wanita dilihat dari sisi materi saja. Karena manusia bukanlah hanya sebentuk materi, bukan hanya susunan tulang yang dilapisi daging. Karena manusia disebut manusia justru karena akal dan budinya (akhlaknya).

Jadi, berdaya di sini, menurut saya, hendaknya lebih mengarah kepada kekuatan seorang perempuan untuk bersama-sama dengan suaminya membangun rumah tangga. Jadi, kesetaraan yang ada adalah di bidang pengambilan keputusan-keputusan, baik keputusan besar maupun kecil. Di dalam rumah tangga ada suasana saling menghormati dan menghargai. Jadi, sekali lagi parameternya bukan uang. Bukan siapa yang menghasilkan uang lebih banyak dia yang harus dipatuhi dan dihormati, hanya yang menghasilkan uang yang boleh punya pendapat, dan sebagainya.
Pada dasarnya, hubungan suami istri ya seperti hubungan dua manusia yang sejajar, sahabat begitulah. Jadi, bisa saling mengingatkan, saling mendukung. Itu yang saya sebut berdaya.
Tidak semua perempuan yang bekerja (menghasilkan uang) itu pasti berdaya lho. Contoh ekstrim adalah perempuan yang dipaksa jadi pelacur oleh suaminya.
Ada pula perempuan yang tidak berdaya untuk menolak keumuman di masyarakat. Misal di masyarakat itu umumnya rumah sudah bertembok. Lalu, dia memutuskan untuk kerja di luar negeri biar rumahnya bisa ditembok. Apakah itu sebuah bukti berdaya? Tidak. Karena di luar negeri, kerja jadi PRT itu resikonya besar sekali. Hampir tidak ada jaminan keselamatan. Saya pernah mendengar cerita kalau agen kerap berlaku kejam pada TKW yang minta ganti majikan karena tidak betah. Ditampar itu termasuk kategori penyiksaan ringan.

Money isn’t everything. Jika hanya uang yang menjadi alasan seorang ibu untuk bekerja di luar rumah (apalagi dengan resiko meninggalkan anak-anak yang masih butuh pengasuhan--usia balita), sebaiknya kembali saja ke rumah. Karena kebutuhan anak yang harus memakai uang sebenarnya tidak banyak. Ada banyak cara hemat untuk menyediakan makanan bergizi. Ada penjelasan yang bisa diberikan saat anak-anak meminta sesuatu yang belum dapat dijangkau orangtuanya.
Money isn’t everything. Konsep ini, jika disepakati kedua belah pihak(suami-istri) akan indah pada tataran aplikasinya. Suami tidak merasa lebih pantas dihormati lantaran sebagai satu-satunya penopang ekonomi keluarga, istri pun tidak minder lantaran tidak bekerja yang menghasilkan uang. Uang dipandang hanya sebagai salah satu alat untuk memenuhi kebutuhan. Salah satu alat, dan bukan satu-satunya.

Memang, mampu menghasilkan sendiri akan menghasilkan sebuah kepuasan. Yang perlu diingat, jangan sampai hal itu membuat perempuan mengabaikan tugas utamanya untuk mengasuh anak, mengurus rumah tangga dan menjaga kestabilan-keharmonisan keluarga.

Mari menjadi perempuan berdaya. Berdaya untuk tidak ikut-ikutan dengan sistem nilai yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Berdaya dari serbuan pemikiran yang nampaknya mengagungkan perempuan tapi sejatinya membuat perempuan kehilangan kekuatan hakikinya. Berdaya untuk memilih menjadi nyaman dan bahagia sesuai tuntunan ilahi Rabbi.

Tidak ada komentar: