Kamis, 04 Maret 2010

NODA DI BAJU ANAKKU

Awalnya saya amat sensitif dengan yang namanya noda di baju anak. Kena air jeruk sedikit saja baju anak langsung saya lepas, lalu saya kucek-kucek agar noda tersebut langsung hilang. Menunggu sampai esok hari tak sabar, karena khawatir noda tidak bisa hilang. Apalagi kena getah pisang, semangka, pepaya atau teh. Waah, langsung panik deh. Lama-lama saya merasa capek sendiri. Karena dalam sehari, acara pengotoran baju pasti terjadi, dan tidak cuma sekali. Masak saya harus konsentrasi mengawasi anak-anak dan bajunya? So, pada akhirnya saya biarkan saja. Kalau kotor sedikit, saya biarkan baju tetap dipakai. Kalau kotornya cukup banyak, saya cuma mengambil baju ganti, dan saya biarkan baju kotornya menunggu besok untuk dicuci.

Awalnya, saya memisahkan antara baju yang boleh dikotorin (baju rumah) dengan baju yang sebaiknya tetap bersih (untuk bepergian). Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Karena akhirnya anak bisa memilih baju yang ingin dikenakan. Dia mulai suka memakai baju yang baru. Bahkan baju yang baru bisa dipakai hampir tiap hari, sampai lebih dari sebulan. Masih di jemuran saja ditunggu dan ditanyakan terus kapan keringnya (karena mau segera dipakai). Baju yang sengaja saya ’sembunyikan’ di lemari besar untuk bepergian, sering diminta untuk dipakai sebagai baju di rumah. Untuk main pasir, untuk duduk di tanah, untuk perosotan. So pasti, warnanya kusam, pun terkena noda di sana-sini. Akhirnya, semua baju anak (terutama si sulung) menjadi ’baju rumah’.
Noda paling bikin ‘sakit mata’ adalah noda getah pisang. Kena getah pisang itu kotornya abadi. Kalau baju warna putih masih mending, bisa diberi pemutih. Kalau baju warna lain? Diberi pemutih noda memang hilang, tapi warna pakaian juga akan ikut luntur. Malah tidak bagus. Jadi, ya sudah, pasrah saja. Kalau kotornya keterlaluan, baju beralih fungsi jadi lap. Lebih baik begitu ketimbang pusing memikirkan cara membersihkan baju full noda membandel. Masak mau mengamuk sama anak gara-gara noda. Padahal baju itu kan ‘statusnya’ milik anak.
Betapa sering telinga mendengar ibu yang memperingatkan anaknya untuk tidak main kotor-kotoran, atau at least tidak mengotori baju barunya, dengan kata lain, kalau mau main yang kotor ganti baju jelek dulu. Awalnya, saya pun begitu.

Lambat laun saya pikir dan pikir, rasanya kelakuan semacam itu kok aneh. Bukankah fungsi pakaian itu melindungi pemakainya. Mengapa jadi pemakai baju yang malah harus melindungi bajunya. Jadi, sekarang ini, saya biarkan saja anak main apa saja, dengan baju yang mana saja. Memang sih, kadang masih ada rasa sayang kalau baju baru dipakai untuk main tanah. Pengin rasanya menyuruhnya untuk ganti baju tapi. Tapi, saya menahan diri untuk tidak melakukannya. Karena jika saya tetap mengambil tindakan tersebut, niscaya terbentuk konsep berpikir pada anak untuk menghormati selembar kain. Untuk mengistimewakan baju tertentu, yang biasanya terkait dengan acara tertentu. Misal, kalau di rumah pakai baju seadanya, kalau bepergian pakai baju yang bagus. Kalau ke pesta pernikahan pakai baju yang paling bagus. Dll. Dst.
Sejujurnya konsep semacam itu tidak pernah saya sepakati. Karena setahu saya, Rasul tidak pernah memberi saran untuk mengistimewakan acara tertentu dengan baju tertentu, kecuali hari raya. So, saya terus berupaya untuk tidak lagi mempermasalahkan baju dan noda-nodanya. Cuma noda baju gitu loh.
Tidak ada noda ya tidak belajar! :-)

2 komentar:

Arjunane Denature mengatakan...

Bajunya mantap2 gaq... pengen jadi ngiler.Jual Obat Salep Kondiloma Kutil Kelamin Manjur dan Murah

Unknown mengatakan...

Artikel ini melenyapkan kegalauan saya..
Mending beli baju yang murah2 aja ya.. Nggak usah branded lagian anak juga cepet gede..
Terimakasih..