Kamis, 04 Maret 2010

TERAPI SENYUM

Wahai Ibu, bagaimana perasaanmu hari ini? Mari melihat wajah kita di kaca, Bu. Sudah berapa tumpukkah kerutan di kening? Bagaimana dengan hari-hari belakangan ini? Lebih banyak gembira atau susahkah? Lebih banyak marah atau senyumkah?
Mungkin, kita sendiri lantas terkejut jika ada penelitian yang mengenai bagaimana ekspresi wajah kita sehari-hari. Jika ternyata hasil penelitian itu mengatakan bahwa kita jauuh lebih banyak berkerut kening ketimbang melngkungkan bibir ke bawah. Kita lebih banyak marah ketimbang ramah. Barangkali, itulah mengapa begitu banyak ibu rumah tangga yang tiba-tiba tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Nampak tua dan lelah, kalau pinjam istilah Ebiet G. Ade.

Banyak alasan yang membuat ibu rumah tangga—seolah sah—untuk marah. Dari persoalan ekonomi, relasi dengan anak, suami, tetangga, ipar atau bahkan tukang kredit atau tukang sayur. Tapi, benarkah sah bagi para ibu untuk—terus-menerus—marah?
Tidak Bu. Mengapa? Apakah ibu tidak berhak untuk marah? Bukan demikian tentunya. Kemarahan itu tentu boleh. Namun bukan untuk dilampiaskan. Bukan untuk menghuni wajah kita jadi berlipat-lipat tidak enak dilihat. Paling tidak kita mengusahakan agar wajah kita bisa secepatnya cerah setelah hati diliputi marah. Mengapa? Karena marah itu sesungguhnya sangat merugikan diri kita sendiri.

Dengan cara apa meredam marah? Terapi senyum. Bagaimana maksudnya?
Usahakan lebih banyak tersenyum. Paksakan bibir untuk melengkung ke bawah, rasakan ... pelan-pelan mata akan berbinar, kerutan di kening menghilang, dan perasaan akan jauh lebih baik. Jika masih sulit melakukannya di depan orang lain, lakukan saat sedang sendirian. Senyum-senyum di kamar mandi pun oke kok. Ingatlah hal yang menyenangkan, ingat-ingat hal yang lucu, mungkin juga dengan menertawakan diri sendiri. Misal: waktu anak belum bisa jalan pengin banget anak cepet bisa jalan. Sampai dibela-belain netah (melatih jalan) ke aman-mana, ada pula yang membelikan baby walker. Tapi begitu anak lihai berjalan, jalan terus ke mana-mana tanpa henti, meraih barang ini itu hingga pecah/rusak, ibu jadi marah. Aneh kan ya.

Motion menggerakkan emotion. Perubahan gerak pada mulut (awalnya melengkung ke atas alias cemberut berubah menjadi melengkung ke bawah alias tersenyum manis) besar sekali pengaruhnya pada kondisi perasaan atau suasana hati.
Jadi, ketika pendapat atau realitas umum adalah orang merasa bahagia lantas tersenyum, maka prinsip terapi senyum adalah, tersenyumlah, tersenyumlah, mari tersenyum ... niscaya engkau akan berbahagia.
Mari Bu, tersenyum :-)

1 komentar:

zahwa_salwa mengatakan...

Senyum adalah ibadah.Jika seorang ibu yg stiap detiknya tdk prnah brhenti dlm merawat dan mengawasi putraputrinya,msh bisa sll tersenyum,Subhanalloh..Betapa hebatnya dia.Krn itu sgtlah sulit (bagi saya). Keep Smile,adalah visi saya,meski entah kpn saya akan bisa spt itu.Dlm situasi apapun,kapanpun,dmnpun.InsyaAlloh.. Saya PASTI BISA!!